Tradisi We’e Mbaru di Manggarai Nusa Tenggara Timur

Tradisi We'e Mbaru di Manggarai Nusa Tenggara Timur
Foto: Enu Molas -

Enumolas.com – Tradisi We’e Mbaru, Ritual Sebelum Menghuni Rumah Baru yang dilakukan masyarakat di Manggarai Nusa Tenggara Timur

Masyarakat Manggarai di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur masih menjalankan tradisi we’e mbaru. Tradisi ini dilakukan saat mereka hendak menempati rumah yang baru dibangun.

Baca: Air Terjun Cunca Antar: Wisata Unik di Manggarai Timur

We’e mbaru berasal dari kata we’e dan mbaru. We’e artinya pulang atau kembali, sedangkan mbaru artinya rumah.

Pengamat Budaya Manggarai, NTT, Antonius Mbukut menjelaskan makna ritual pada tradisi we’e mbaru bagi masyarakat Manggarai. Menurutnya, orang Manggarai meyakini bahwa segala sesuatu terjadi berkat penyelenggaraan Mori Agu Ngaran (Tuhan dan pemilik).

Tudak We’e Mbaru: Ritus Masuk Rumah Baru Orang Manggarai

Membangun rumah, bagi mereka, adalah sebuah momen penting yang diyakini tidak terjadi begitu saja. Orang Manggarai percaya bahwa mereka berhasil membangun rumah karena kebesaran Tuhan. Sang Pencipta menyediakan batu, kayu, hingga iklim yang baik sehingga pembangunan rumah berlangsung lancar.

Baca: Puncatiti: Motif Kain Tenun Sederhana Buat Menarik Wisatawan

Melalui tradisi we’e mbaru, orang Manggarai mengucap syukur atas kebaikan Tuhan. “Mereka juga bersyukur kepada Tuhan karena tidak ada bencana atau kecelakaan selama proses pembuatan rumah. Dalam ritual itu orang Manggarai juga memohon agar Tuhan memberkati rumah itu beserta seluruh penghuninya dengan kesejahteraan ekonomi dan kesehatan,” tuturnya.

Tradisi We’e Mbaru di Manggarai Nusa Tenggara Timur

“Permohonan itu biasanya disampaikan oleh perwakilan ase kae bilik agu kilo (adik kakak dari garis keturanan ayah), ase kae wae teku remong (adik kakak mama), ase kae pa’ang olo ngaung musi (perwakilan orang sekampung), anak wina (pemberi suami) dan anak rona (pemberi istri),” jelasnya.

Tradisi We'e Mbaru di Manggarai Nusa Tenggara Timur
Foto: Enu Molas –

Orang Manggarai terutama di zaman dahulu percaya, batu dan kayu serta semua bahan rumah memiliki roh.
Semua bahan itu dianggap bisa saja tidak cocok satu sama lain, sehingga membuat rumah tidak nyaman untuk dihuni.
Karena itu mereka juga memohon agar semua bahan itu saling membaur, terikat dengan kuat dan menciptakan rumah yang kokoh.

“Orang Manggarai juga percaya kalau rumah memiliki pelindung (ata riang agu ata lami). Dalam tradisi we’e mbaru, mereka memohon izin si pelindung agar bersedia untuk tinggal bersama di rumah itu dan memohon agar mereka menjadi pelindung pemilik rumah,” ujar Antonius Mbukut.

Baca: Pesona Indahnya Sunset dan Siluet di Nusa Kutu Sikka

Mbukut menambahkan, tradisi we’e mbaru sebenarnya adalah sebuah pengumuman resmi kepada keluarga dan masyarakat bahwa pengundang adalah pemilik yang sah. Hal itu sekaligus menunjukkan bahwa pemilik telah menyediakan hunian yang layak bagi keluarganya.

Pemerhati budaya Manggarai Timoteus Rosario Marten mengemukakan, upacara we’e mbaru biasanya dibuat saat rumah baru siap ditempati atau dihuni.

Tradisi We'e Mbaru di Manggarai Nusa Tenggara Timur
Foto: Enu Molas –

“Sebelum upacara we’e mbaru biasanya tuan rumah mempersiapkan segalanya, seperti ayam untuk persembahan atau babi dan anjing untuk makan bersama serta minuman.

Upacara ini dihadiri keluarga, tamu undangan untuk bersama-sama menyaksikan ritual,” paparnya. Timoteus menjelaskan, We’e mbaru diwariskan secara turun-temurun sejak dahulu.

Hingga kini orang-orang Manggarai tetap mempertahankan ritual we’e mbaru ketika menghuni rumah baru, meskipun mereka berada di daerah perantauan.

Baca: Nira Menjadi Moke Minuman Tradisional Khas Flores

Menurut orang Manggarai, rumah baru yang siap ditempati harus dibuatkan ritual we’e mbaru. Tujuannya yaitu menjauhkan gangguan roh halus dari penghuni rumah.

“Dalam kepercayaan orang Manggarai, roh-roh jahat diyakini dapat mengganggu penghuni rumah baru kapan saja. Biasanya mereka mengganggu penghuni rumah melalui mimpi-mimpi buruk, penyakit, kecelakaan, dan lain-lain. Tanah, rumah atau kampung diyakini memiliki penjaga atau pemiliknya. Penjaga atau pemilik ini disebut naga tana (penjaga tanah), naga beo (penjaga kampung), naga mbaru (penjaga rumah),” jelasnya

Artikel SebelumnyaAir Terjun Cunca Antar: Wisata Unik di Manggarai Timur
Artikel BerikutnyaRitual Pati Ka Du’a Bapu Ata Mata di Danau Kelimutu